Rabu, 27 April 2016

Percakapan di dalam Rational Emotive Therapy

Klien: Kesulitan utama saya adalah saya sangat tegang bila harus berbicara di depan sekelompok orang. Saya kira hal itu hanyalah inferiority complex yang saya alami.
Terapis: (Saya tidak ingin menyimpang dari poin ini dengan berbicara tentang konseptualisasi  masalahnya. Saya harus mencoba mengalihkannya secara halus ke hal lain).Saya tidak tahu apakah saya akan menyebutnya inferiority complex, tetapi saya percaya bahwa orang dapat, secara alami, membawa kesulitan dan kecemasan mereka dalam berbagai situasi tertentu. Ketika anda berada dalam satu situasi tertentu, sering kali kecemasan anda tidak disebabkan oleh situasi itu sendiri, namun lebih disebabkan oleh cara anda menginterpretasi situasi tersebut. Apa yang anda katakan pada diri sendiri tentang situasi tersebut. Sebagai contoh, lihatlah pena ini. Apakah pena ini membuat anda cemas?
Klien: Tidak.
Terapis: Mengapa?
Klien: Itu hanyalah sebuah objek. Hanya sebuah pena.
Terapis: Ia tidak dapat menyakiti anda?
Klien: Tidak.
Terapis: Sebenarnya bukan objeknya yang menimbulkan penderitaan emosional bagi seseorang, tetapi apa yang anda pikirkan tentang objek tersebut. (Saya harap, dialog seperti Socratik ini pada akhirnya akan membuatnya berkesimpulan bahwa pernyataan diri dapat menjadi penyebab ketegangan emosi). Sekarang hal ini benar untuk berbagai situasi dimana penderitaan emosional disebabkan oleh apa yang dikatakan seseorang pada dirinya sendiri tentang situasi tersebut. Ambillah, sebagai contoh, dua orang yang akan menghadiri pertemuan sosial yang sama. Keduanya mungkin mengetahui berapa tepatnya jumlah orang yang hadir dalam persta tersebut. Namun hanya seorang yang optimis dan tenang menghadapi pertemuan tersebut, sedangkan yang lainnya menghawatirkan bagaimana penampilannya di mata orang-orang sehingga akibatnya merasa sangat cemas. (Saya akan mencoba mengarahkannya agar mampu menyimpulkan asumsi dasar bahwa sikap atau persepsi adalah hal terpenting disini). Jadi, ketika dua orang ini memasuki tempat pesta, apakah reaksi emosional mereka dipengaruhi oleh bagaimana pesta tersebut berlangsung?
Klien: Tidak, tentu saja tidak.
Terapis: Kalau begitu apa yang mempengaruhi reaksi mereka?
Klien: Mereka jelas memiliki sikap yang berbeda terhadap pesta tersebut.
Terapis: Tepat, dan sikap mereka-cara mereka menghadapi situasi-sangat mempengaruhi reaksi emosional mereka.

     Pada percakapan di atas, dapat diketahui bahwa seorang terapis yang sedang mencoba mempengaruhi dan merubah persepsi atau cara kliennya dalam menginterpretasi suatu situasi yang dianggap oleh kliennya sebagai suatu inferiority complex yang dialaminya dalam kaitannya dengan hal-hal yang tidak beralasan; ia merasa tegang bila harus berbicara di depan sekelompok orang. Namun terapis mencoba dengan memberikan analogi-analogi lain untuk mempengaruhi cara berpikir kliennya agar dapat berpikir secara rasional bahwa yang membuat dirinya cemas bukanlah situasi saat berbicara di depan sekelompok orang, tapi justru persepsinya sendiri-lah yang membuatnya justru jadi merasa cemas saat berbicara di depan sekelompok orang.

Sumber: 
Davison, G. C., Neale, J. M & Kring, A. M. (2014). Jakarta: Rajawali Pers.
 



        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar